Tuesday, November 3, 2009

Taktik dagang yang bikin shock


Selain tertipu uang palsu, ada pengalaman tak terlupakan lainnya yang sempat saya alami selama berada di Beijing. Waktu itu kami berempat memutuskan untuk belanja di Silk Street, semacam ITC, yang katanya sih sangat populer di kalangan turis. Jadi termasuk salah satu tempat yang wajib dikunjungi.

Sebenarnya saya sudah browsing di internet soal tips shopping di Beijing, tapi toh tetap saja saya tidak siap menghadapi taktik dagang para penjual di sana yang, saking hebohnya, sampai sukses bikin salah seorang teman saya (kebetulan berkelamin laki-laki) shock berat :p

Taktiknya kira-kira begini. Berbekal kalkulator ukuran gede, si penjual akan berteriak-teriak menawarkan produknya. Jika Anda tertarik dan berhenti untuk menawar, misalnya 50% lebih murah dari harga yang disebutkan, jangan heran jika Anda langsung ditarik masuk ke dalam toko, dan tidak akan dibiarkan keluar sampai Anda mau membeli barang tersebut. Karena beda bahasa, komunikasi akan berlangsung via kalkulator, dengan si penjual memencet angka dengan lagak pura-pura kesal karena harus banting harga, dan kita mencoba tegar dan terus bertahan di harga yang kita sebut pertama kali. Saking keukeuh-nya si pedagang mempertahankan Anda di tokonya, jangan kaget jika tangan Anda sampai ditarik-tarik segala dengan kasarnya (inilah yang bikin teman saya sampai shock :p).

Belakangan saya ketahui bahwa menawar 50% dari harga yang disebutkan si penjual merupakan kesalahan yang sangat fatal. Yang benar, tawarlah sampai 10%-nya (karena memang harga yang dibuka amat-sangat tinggi dari harga yang sebenarnya), baru kemudian bernegosiasi. Tak heran, ketika seorang turis mengajukan penawaran sampai 50% harga awal, si penjual merasa luar biasa girang karena sudah menemukan korban yang tepat, dan karena itu keukueh mempertahankannya sampai titik darah penghabisan (baca: menarik-narik tangan Anda sekuat mungkin supaya jangan sampai kabur dari tokonya). Kalau saja sejak semula Anda menawar sampai 10% dari harga awal, jangan harap si pedagang akan menanggapi Anda, apalagi mengundang Anda masuk ke tokonya. Karena dia tahu bahwa Anda sudah familiar dengan taktik dagangnya sehingga triknya tidak akan berhasil.

Saya memang sudah curiga dengan jaket tebal yang saya beli (setelah berjibaku dengan si mbak-mbak penjualnya) seharga 200 ribuan rupiah. Karena katanya belanja di Cina itu murah, tidak sampai 50 ribu rupiah. Tapi syukurlah, menurut orang Indonesia yang tinggal di Cina yang kami temui setelah kejadian tersebut, penawaran yang saya buat sudah cukup bagus untuk ukuran turis yang baru pertama kali sowan ke situ. Banyak temannya yang mengalami kerugian jauh lebih parah. Hmm, mudah-mudahan sih dia ngomong begitu bukan karena ingin membesarkan hati saya saja :p

Saya paling kasihan dengan para turis bule. Dari tampangnya, mereka sepertinya tidak hanya shock, tapi stres sekali menghadapi kelakuan para pedagang di Silk Street. Saya maklum sih, karena budaya tawar-menawar dengan perbedaan harga yang ekstrim sebenarnya bukan hal yang asing bagi masyarakat kita (nyokap saya misalnya, bisa "tega" sekali menawar suatu barang selagi berbelanja di pasar. Beda sekali dengan saya yang lebih suka berbelanja di supermarket/mal supaya tidak perlu menawar apapun :p). Sedangkan para bule itu mungkin seumur hidup baru kali ini mengalaminya.

Saran saya, sebaiknya hindari berbelanja di area yang banyak dikunjungi turis. Apalagi kalau Anda sama seperti saya, paling malas kalau disuruh tawar-menawar. Pergilah ke mal atau toko yang menjual barang dengan harga pasti. Saya sempat berjalan-jalan di area sekitar hotel tempat saya menginap waktu itu, dan menemukan toko yang khusus menjual aksesori khas Olimpiade Beijing 2008. Kualitas barangnya bagus, statusnya tak terlupakan (produk resmi olimpiade gitu, lho), dan harganya juga cukup terjangkau.

Di dekat situ, saya berpapasan pula dengan semacam pasar kaget yang sepertinya menjual barang-barang murah karena ramai pengunjung. Sayang, saya dilarang masuk oleh dua orang penjaganya (tidak berpakaian seragam). Karena bahasanya enggak nyambung, saya enggak ngerti kenapa saya dilarang masuk. Tapi dugaan saya sih gara-gara status saya yang seorang turis, sedangkan pasar tersebut ditujukan bagi penduduk lokal.

1 comment:

  1. mirip nih ama pedagang di Grand Bazar, Istanbul. kasih penawarannya gila-gilaan....

    ReplyDelete